pulang.percakapan.prioritas.



Sudah lama saya tidak pulang. Pulang di sini berarti tidak hanya kembali secara fisik, tapi juga secara hati dan jiwa. Yeah, akhirnya saya sempat juga pulang kembali ke kotamu, Jogja.

Selain mengobati rindu pada keluarga dan nuansa kota berhati nyaman itu, juga mengobati dahaga bertemu dan bercengkrama dengan para sahabat yang selama ini berkirim kabar hanya via perangkat teknologi. Seperti malam itu, saya menyempatkan diri berbincang-bincang dengan seorang sahabat saya,Noor.

Kami berteman sejak SMA. Rumahnya tidak jauh dari rumahku, rumah bercat merah jambu, di perempatan jalan, di dekat warung mie ayam patukan yang legendaris. Saya dan Noor sudah melalui masa muda bersama.  Dulu saya sering main ke rumahnya, bermain Mario Bros di komputer atau sekedar bergosip sambil ngemil keripik pisang hasil jajan di warung samping rumahnya.

Times fly, people change. Begitu juga kami. Kini dia sedang menyelesaikan pendidikan dokternya dan delapan bulan yang lalu dia sudah menikah. O ya, kini dia sudah punya 2 keponakan dan si Eki,adiknya, sudah kuliah. Tiba-tiba saya jadi ingat umur.

Malam itu, kami mengobrol santai di lincak depan rumah dengan pemandangan kendaraan sibuk berlalu lalang. Tapi kami hanya terdiam dan memutuskan memulai pembicaraan dengan hal basa basi. Yang sama dari dia adalah sifat hemat bicaranya, tetapi sekali terjebak perbincangan seru dengannya, tahu-tahu kami sudah  berbincang berjam-jam. Begitulah kami.

Bila dulu pembicaraan kami seputar sastra,romansa, dan kegelisahan khas anak SMA, kini pembicaraan kami lebih ke pilihan, prioritas hidup, mimpi-mimpi, dan nasehat bijak.  Karena dia sudah lebih dulu memasuki babak kehidupan dari manusia, yaitu menikah, maka saya bertanya bagaimana  bisa dia mengambil keputusan  besar tersebut.

Dengan santai dan tanpa beban dia mengatakan alasannya menikah karena dia memang tidak bisa sendirian. Ngok. Lalu saya ini apa?anti sosial?penganut paham soliter? Lalu dia melanjutkan,"Ini hanya tentang prioritas, Day".

Ibaratnya, saat ini saya memilih untuk santai  berlibur di sebuah pulau tropis sendirian, tapi tiba-tiba mendapatkan diri ditelfon  teman yang satu persatu mengucap janji setia dan meminta kita menyaksikannya. Dem. Am I that 24-years-old virgin? yang berpikir menikah adalah sebuah keputusan besar dan tidak semudah itu?

Yeah, it’s all about making priority in various choices. Pilihan dan prioritas lah yang membuat hidup kita unik dan berbeda.  And i guess,right  now, I prefer to live my life, chase my dreams, and still wait for Mr. Right. Cuz, I just won’t regret my life..


And the most important is that I’m not that old, My friends. Amin.










photo: google








Labels: , edit post
1 Response
  1. Sasmita Dini Says:

    -___-
    topikmu day..
    *melipir balik balik plc..


Posting Komentar