Sad Sad sad


I’m kind of dramaqueen. Cinta sama film-film drama, apalagi drama yang ending-nya menggantung atau sad ending sekalian. Akhir yang menggambang membawa kita ke berbagai kemungkinan. Memberi ruang dan pilihan bagi penontonnya untuk berpikir bagaimana ending yang paling pas untuk mengakhiri suatu kisah cerita. Istilahnya, up to you..

Happy ending tak begitu menarik bagiku. Happy ending tidak selalu realistis, tapi sebaliknya, sad ending adalah realitas. Realitas bahwa dunia ini bukan negeri dongeng. Dan sejauh ini, drama sad ending selalu yang meninggalkan kesan mendalam. Film favoritku biasanya film drama mikir yang ending-nya menggantung atau sad ending, seperti Before sunrise/Before sunset, million dollar baby, 21 grams, dan The departed. Begitu menonton film-film itu, yang tertinggal adalah perasaan yang luar biasa dan ucapan yang spontan meluncur begitu saja:” bisa-bisanya penulisnya membuat cerita seperti itu. Awesome!”


Akan tetapi, sad ending tak selalu kontradikitif dengan happy ending. Kadang yang kita pikir itu akhir yang tragis, tapi apabila kita renungkan kembali, ternyata itu adalah hal terbaik dari sebuah pilihan. Bahkan, tak jarang itu menjadi awal dari pengharapan baru. Ya, sad ending yang happy ending..kira-kira begitu.

Hhhmm….Saya jadi berpikir, sebuah happy ending adalah suatu yang ironis. Sesuatu yang kadang sangat dipaksakan dari suatu keadaan. Kadang sad ending lebih mendekatkan kita pada kenyataan. Daripada happy ending yang menjadi sesuatu yang ironis. Tetapi, sudah selayaknya kita sadar diri sebagai manusia, dimana segala sesuatu ada di daerah abu-abu. Tidak ada situasi yang dikatakan benar-benar bahagia, begitu pula sebaliknya. Selalu muncul trade-off, sebuah dilema.

Kombi.Putih.Kuning.


Bila ditanya tentang mobil impian,sebagian orang pasti akan menjawab mobil keluaran terbaru, entah itu mobil sport,CRV, Ferrari,jaguar,etc. Akan tetapi, tidak bagiku. Mobil impianku cukup sebuah kombi.

Mobil yang tampan, itulah sebutanku untuk mobil keluaran Volkwagen tahun 1960-an ini. Kombi sendiri memiliki sejarah yang panjang dan sangat tenar di masanya. Mungkin hingga kini kombi masih banyak penggemarnya. Hal ini ditandai dengan adanya berbagai komunitas kombi yang rutin mengadakan pameran ataupun kompetisi modif2an, baik itu di indonesia maupun di berbagai belahan dunia. Yea, it’s the most famous awesome car in the world! Namun seperti barang antik lainnya,kini, kombi makin jarang ditemui di jalanan. Suatu kali jika terlihat ada satu –dua kombi yang melintas di depan mata, maka tak ayal saya akan menoleh 180 derajat!Sedikit lebay memang, tapi itulah mobil dengan bentuk paling eksotis yang pernah saya lihat.

Obsesiku pada kombi berawal dengan tak sengaja saat saya melihat film Little Miss Sunshine. Dalam film ini diceritakan sebuah keluarga yang unik dengan berbagai karakter anggotanya, hendak mengantar anggota keluarga paling kecil mereka ke ajang kecantikan bernama little miss sunshine dengan mengendarai sebuah VW kombi berwarna putih kuning. Layaknya mobil tua, kombi tersebut sering mogok di tengah jalan dan perlu cara unik untuk menghidupkannya, yaitu dengan mendorongnya terlebih dahulu ke jalan menurun, nanti mobil itu berjalan sendiri. Kemudian, baru anggota keluarga yang mendorong, yang terdiri dari kakek, paman, ibu,anak laku-laki, dan adik si anak laki-laki itu berlarian pontang panting naik ke dalam mobil. Sungguh cara yang aneh naik mobil. Tapi dari film itu, aku menemukan banyak inspirasi dan nilai filosofis dari mobil butut itu.

Kombi dibenakku adalah mobil yang sangat ideal. Dia adalah mobil yang efisien, berjiwa social dan menggambarkan sebuah petualangan. Mengapa demikian?

@efisien

Mobil ini besar, dia bisa memuat apa saja, dan bisa didesain sedemikian rupa sehingga bisa memberikan kenyamanan total. Layaknya rumah berjalan.

@berjiwa social

Efek dari ukurannya yang jumbo, maka siapa saja bisa naik!Tidak ada alasan mobil penuh kalo minta ditebengin, karena mobil ini mungkin bisa muat hamper 10 orang. VW terkenal sebagai kendaraan keluarga, piknik/wisata, hippy, pemain papan seluncur/surfing, dan berbagai macam kegunaan lainnya.Selain itu,kalo lagi butuh uang kaget, bisa dicarterin..hehehe

@menggambarkan sebuah petualangan

Bisa kubayangkan betapa serunya berpetualang dengan kombi, bersama keluarga atau sahabat dan menjadikannya seperti caravan. Mau ke pantai, tinggal bawa semua perlengkapan yang diperlukan di bagasi belakang. Atau mau kemping, tenda, bahan makanan, gitar, semua muat.. Jadi asik dibawa agogo kemana aja.

Mobil masa depanku adalah VW kombi berwarna putih kuning dengan kursi belakang kubuat seperti sofa-sofa nyaman lengkap dengan interiornya. O ya, atap di kursi belakang akan ku buat bisa dibuka, sehingga kepala kita bisa nongol keluar untuk menikmati udara segar. Hmmm..pasti akan membuat acara piknik semakin seru!

It’s a must have car in the future. Yea…paling nggak 5 tahun kedepan. Sekarang nabung dulu..atau..ada yang mau ngado saya kombi?Haha..dengan senang hati saya terima. FYI, kombi tidak kena PPN lhooo…

That’a all folks for today everyone….=))


poto: google

Labels: 0 comments | edit post

Minimum

Apa yang menarik dari sekaten? Jajanan khas? Atau…kerajinan dan pameran kerajinan tradisional?i don’t think so.

Dari awal januari kemarin, alun alun utara yang biasanya sepi senyap di malam hari, seketika ramai karena kehadiran pasar malam atau yang lebih dikenal dengan nama sekaten. Acara rutin tahunan ini diselenggarakan dalam rangka memperingati Maulud Nabi Muhammad Saw. Sejujurnya, saya tak begitu mengetahui secara pasti, kapan acara ini mulai diadakan,tapi yang pasti, dari saya kecil, saya sudah rutin mengunjunginya tiap tahun.

dremolem
poto: rie


Kata orang-orang tua, jaman dulu, sekaten punya romansa tersendiri. Nuansa tradisional dan makna filosofisnya sangat kental terasa, seperti kehadiran penjual jajanan tradisonal yang khas: telur abang atau telur yang diberi pewarna merah dan mainan tradisonal. Akan tetapi sekarang semua telah berubah. Sekaten sekarang tak ubahnya sekedar pasar malam biasa. Sekaten yang dulu telah berubah wajah menjadi penjabaran kepentingan ekonomi dan bisnis sepenuhnya.

Sekarang sekaten hanya menjadi sebuah” pasar” baju dan wahana permainan. Betapa tidak, sepanjang kaki melangkah yang terlihat hanya stand dagangan pakaian dan wahana permainan modern nan canggih yang menurut hemat penulis dipatok dengan tiket yang terlalu mahal. Ambil contoh, wahana nonton lumba-lumba atau perahu karet yang harga tiketnya lebih dari 10rb rupiah. Sebuah paradoks, mengingat tujuan awal sekaten adalah hiburan rakyat yang merakyat dan sarat makna, bukan sekedar ajang penghalalan hedonisme.

Akan tetapi, saya tidak munafik, karena saya juga suka mencoba wahana permainan di sana. Itulah satu-satunya alasan saya pergi ke sekaten. Maklum, di Jogja tidak ada dufan. Saya terobsesi dengan permainan yang bernama dremolem dan ombak banyu. Permainan yang sangat eksotis menurut saya. Dremolem itu seperti London Eye (lebay!). Dari atas, dengan kecepatan perputaran yang memusingkan, kita terpuaskan dengan pemandangan sekaten yang gemerlap dari ketinggian.

bikin mabok?
poto: day

Lain lagi dengan ombak banyu. Permainan ini berputar horizontal dengan “pemutar” manual, yaitu cowok2 yang memutar wahana ini dengan gaya atraktif dan nampak membahayakan. Dikatakan membahayakan karena saat beraksi, tak jarang mereka loncat layaknya orang bermain park cour (bener gag niy nulisnya?) Tapi ini dalam posisi menggerakkan si ombak banyu. Sensasi bermain ini luar biasa. Berputar seperti gasing, dengan satu-satunya pengaman adalah tangan kita sndiri yang berpegangan pada sisi-sisi tempat seharusnya kita bersandar. Dan saat permainan selesai pun, tantangan belum berakhir, karena kita seperti main fear factor, saat menuruni ombak banyu yang jarangnya sekitar 1 meter dengan melompat.wth, but it was fun =)

Dengan standar keamanan yang masih dipertanyakan, dengan rela hati saya mengeluarkan ongkos 5rb rupiah untuk satu jenis permainan. Semua itu atas nama obsesi dan memicu adrenalin. O ya, ada satu lagi wahana permainan yang menjadi bakal calon objek keobsesifan saya: kora-kora ala sekaten. Jangan berpikir kora-kora ini seperti mbahnya kora-kora di dufan sana, karena ukurannya lebih kecil. Selain itu, sensasinya lebih dahsyat karena standar keamanannya yang sangat minimum. Coba saja duduk di deret paling belakang, maka dengan pengaman hanya berupa besi melintang (yang bila diangkat tangan saja sudah bergerak), kita bisa terangkat di udara sampai 45 derajat!bisa dibayangkan kan? Fear factor. Hahaha..

Seperti tahun yang sudah-sudah, sekaten diadakan satu bulan penuh. Itu berarti perhelatan ini akan berakhir di pertengahan bulan februari. Menurutku, sekaten tahun ini sangat ramai dan happening, mungkin bertepatan dengan banyaknya kunjungan wisatawan ke Jogja. Biasa..setiap musim liburan, Jogja tak ubahnya objek wisata besar, karena kota ini adalah kota bernilai seni tinggi dan punya tempat-tempat wisata yang keren-keren. Narsis.

Okay..that’s all folks for today. Have a great day everyone..
Labels: 0 comments | edit post

New Inspiring Movie: Julie and Julia


Bon appetit!

Dulu aku bermimpi menjadi penulis. Tapi, seiring perjalanan waktu keinginan itu menjadi tawar. Lalu aku melihat sebuah film berjudul Julie and Julia. Film yang bercerita tentang 2 orang wanita beda jaman yang menemukan kecintaan mereka pada makanan sampai-sampai mendedikasikannya menjadi sebuah buku. Dalam film ini, diceritakan Julie sangat terinspirasi oleh Julia lewat buku yang ditulisnya serta rekaman tua acara masak Julia. Julia seakan menjadikan Julia sebagai teman khayalannya. Betapa tidak, Julia berasal dari abad 20, sedangkan Julie hidup di abad 21, tapi Julie merasa ditemani Julia setiap dia memasak menu demi menu di dapurnya. 2 hal menarik yang bisa kupetik dari film drama yang satu ini yaitu kecintaan dan optimisme.


Aku juga suka sekali pada tokoh Julia. Seorang wanita dari era 1940-an yang kini terkenal sebagai penulis buku masakan Prancis. Ya, mungkin karena berbau Prancis, aku jadi menyukai tokoh ini. Dia adalah seorang istri diplomat. Kebetulan, saat awal pembuatan bukunya,dia sedang mengikuti suaminya bertugas di Prancis. Seperti diceritakan, dia suka sekali makan, terutama masakan Prancis. Awalnya dia tidak bisa masak menu apapun, bahkan merebus telur sekalipun. Akan tetapi dia berkeyakinan, masakan Prancis bisa dimasak oleh wanita AS tanpa butuh kehadiran koki atau juru masak. FYI, saat itu, sebenarnya banyak buku resep masakan Prancis, tapi tentu saja dalam Bahasa Prancis, masih sangat jarang yang berbahasa Inggris dan biasanya masakan Prancis yang enak adalah buatan restoran-restoran mahal. Berangkat dari keyakinan itu dan karena dia merasa tak ada kesibukan berarti dalam menjalani hari-harinya di Prancis selain makan, maka dia memutuskan untuk ikut kursus masak. Dia belajar cepat dan sangat antusias. Akhirnya, dia menjadi mahir memasak masakan Prancis, bahkan dia bisa menciptakan menu-menu baru beserta tips-tipsnya yang sangat jitu.


Yang kusuka dari wanita jangkung satu ini adalah sifatnya yang selalu ceria dan optimis. Kadang keoptimisannya itu dipandang sebelah mata oleh orang lain. Tapi, dengan dukungan penuh dari suaminya, akhirnya dia bisa menuliskan menu demi menu. Ia juga selalu jujur dengan tulisannya. Maksudnya, dia benar-benar mempraktekkan menu-menunya dan tidak ingin membohongi orang lain dengan seolah-olah mempraktekkan, padahal tidak. Mungkin bila dikaitkan dengan kepenulisan, dalam menulis, kita kudu benar-benar mempunyai dasar sumber dan memahami apa yang kita tulis. *Waw..tambah kagum sama Julia..*O ya, Julia mempunya logat bicara yang lucu, entah aksen daerah mana, yang pasti aku jadi teringat aksen tokoh2 dalam film Harry Potter. Kata-katanya yang khas adalah: Bon Appetitte! Dengan liukan dan penekanan kata yang menggelikan. Julia adalah tokoh paling tulus dan apa adanya yang pernah kulihat. Dia selalu berpikiran positif!I like her and want to read her book, Mastering the Art of French Cooking. Kira-kira dah ada terjemahannya belom ya?


Seperti kata Raditya Dika tentang susahya mencari penerbit. Rupanya Julia juga menemukan kesulitan untuk mendapatkan penerbit. Tapi, sekali lagi, karena keoptimisan dan ketetapan hatinya, akhirnya bukunya diterbitkan juga, bahkan oleh penerbit terkenal.

Aku ingin menulis seperti Julia. Julia memberiku inspirasi, seperti dia menginspirasi Julie. Tapi mungkin aku tidak akan seekstrim Julie yang membuat 524 resep dalam 365 hari. Bagiku, inspirasi itu lebih pada semangat berbagi lewat tulisan. Menulis karena kecintaan kita menulis, bukan karena tekanan dari orang lain. Aku ingin menulis karena rasa cinta dalam melakukannya, setidaknya karyaku membawa kepuasan untukku sendiri.






poto:google