Please,Don't Do..Bla Bla Bla


Dan isi blog saya pun mulai monoton. Melulu tentang kemeranaan, jalan-jalan, atau wisata kuliner. I guess I need (or we need) another topic. #optimis ada yang baca,terus bosen.


Kali ini saya pengen berkicau seputar tindakan impulsif. Menurut artikata.com, impulsive adalah bersifat cepat bertindak secara tiba-tiba menurut gerak hati. Ribet. Sederhananya, impulsif itu semacam dorongan untuk melakukan sesuatu secara spontan, tanpa pikir panjang. Bisa karena pengaruh lingkungan dan keadaan, ataupun cuma karena PENGEN.


Contohnya, yang sering dilakukan oleh sebagian besar cewek2 di muka bumi ini : shopping. Kadang kita beli ini dan itu bukan karena kita butuh, tapi bisa karena kalap diskon gede-gedean, belanja sama temen yang shopaholic trus kepengaruh, atau karna belanja sama temen yang suka ngomporin dengan bilang : “mumpung, kapan lagi” trus tanpa babibu tiba-tiba terjadilah transaksi jual beli. As simple as that, in my opinion, impulsive means expensive and brainless.

Ampuni kami, Ya Tuhan.

Well, call me random, tapi entah kenapa impulsif menjadi sebuah kata yang menarik bagi saya beberapa waktu belakangan ini. Sampai akhirnya, tanpa sengaja, saya melihat sebuah foto lama yang memperlihatkan sebuah artikel di majalah yang mbahas tindakan impulsif tersebut. Dari poin-poinnya ternyata emang kata impulsif itu udah identik dengan hal-hal negatif –nggak cuma tentang belanja-


Kemudian pikiran pun menerawang. Betapa seringnya saya melakukan hal-hal yang impulsif. Dan kebanyakan dari itu, diakhiri dengan penyesalan. Jadi inget, sebuah quotes di film Hari untuk Amanda : “ Nggak semua yang kita pengen itu adalah yang kita butuhin.” Please, don’t do impulsive, Me. Maybe you,too.

Kadang sikap oh-so-antagonist ini tanpa kita sadar tidak hanya merugikan diri sendiri, tapi juga orang lain. Apalagi, di sebuah kondisi atau tempat dimana kita adalah decision maker, ataupun sebagai bagian dari kehidupan orang lain. Sebagai decision maker, sikap impulsif bisa bikin berabe, karna keputusan yang dibuat bakalan nggak “mateng”, bakalan shallow. Begitu juga sebagai bagian dari kehidupan orang lain, sikap impulsif ini bisa bikin orang lain jadi risau, kayak contohnya nelfon orang tua, yang isinya kita ngeluh this and that, tanpa kepikiran kalau dengan tindakan kayak gitu pasti bikin mereka risau.

Anyway,by the name of Yin and Yang, yang kita butuhkan adalah keseimbangan. Dalam bersikap kita nggak bisa hanya mengandalkan insting,rasa ingin, pengaruh kanan-kiri, tapi juga kudu berpikir tentang konsekuensi, prioritas, dan kebutuhan.

Yeah, i know,
postingan ini kesannya jadi kayak bahan kuliah pengembangan diri 3 sks (yang ngantuk cuci muka sonoh!), tapi emang hal ini saya rasain banget. Berbicara atau berpendapat itu mudah, tapi yang paling penting adalah realisasinya. Iya kan?

I AM trying. How about you? =)








photo: google
Labels: edit post
0 Responses

Posting Komentar