This is war

Let me write this: perdamaian abadi di atas muka bumi ini hanya utopia. Perdamaian itu cuma sementara. Hmm..mungkin bila ini ditulis oleh orang kenamaan,akan menjadi kontroversi, namun karena saya cuma a face in a crowd, maka saya sedikit santai menuliskannya.

Hal ini terlintas begitu saja di dalam benak saya, saat melihat liputan tentang jerusalem di televisi kemudian dilanjutkan nonton film kingdom of heaven tempo hari. Betapa hanya karena alasan agama, politik, hegemoni, dan sejenisnya, sekelompok manusia bisa saling bunuh dengan sesamanya. Perang urat syaraf tidak pernah berhenti terjadi antara dunia yang disebut pertama, kedua, atau ketiga itu. Padahal mana yang disebut pertama, kedua, dan ketiga di bumi yang katanya telah menyepakati persamaan derajat ini tidak ada definisi dengan jelas *terkait mengapa Indonesia selalu disebut negara dunia ketiga*

Yang terbaru ini tentu soal konferensi perubahan iklim di kopenhagen belum lama ini. Bayangkan saja, dalam konferensi yang dihadiri para petinggi negara ini, yang seharusnya terfokus pada bagaimana memberi solusi bersama tentang nasib bumi ini ke depan, dalam perundingannya, masih saja terhambat oleh keegoisan kepentingan masing2 negara. Ada yang menyoal tentang paham, entah itu komunisme atau liberal, bahkan ada yang menyoal kelangsungan bisnis dan industri mereka. Saya jadi tak habis pikir, bila bumi ini kritis, apa guna keegoisan mereka itu? Apakah bisnis itu akan dibawa mati? Apa batas negara menjadi penting lagi? What a human!


Menurut hemat saya, perdamaian akan tercipta bila keadilan di muka bumi ini benar-benar ditegakkan. Istilahnya pram,”Deposuit Potentes de Sede et Exaltavet Humiles”, dia rendahkan mereka yang berkuasa dan naikkan mereka yang terhina. Akan tetapi, bila melihat kenyataan, sepertinya adil itu cuma ada di pangkuan Tuhan. Negara-negara besar seperti US dan sekutunya merasa adil dengan politik dualisme yang mereka anut. Politik dualisme artinya, dia mendukung perdamaian dunia, tapi di lain pihak dia juga yang menciptakan ketidakdamaian itu sendiri. Aksi terornya melalui kekuatan militer dan dukungan untuk ekspansi israel sungguh kontradiktif dengan usahanya membangun persahabatan dengan negara ketiga yang memberinya keuntungan besar. Ironis.

Akan sampai kapan ini semua?Hmmm.. Saya jadi teringat perbincangan saya dengan seorang teman via YM. Dia adalah seorang anggota US Army…“War is human nature,” kira-kira begitu katanya. Menurutnya, perang tidak akan pernah berhenti. Ini dapat dilihat, selama ini, dunia belum pernah merasakan 100 tahun penuh dalam kedamaian tanpa adanya peperangan. Ya itu tadi, karena perang adalah naluri manusia. Terus terang, apa yang dikatakannya itu benar-benar memutarbalikkan konsep perang dibenakku 180 derajat!

Seketika itu, saya mulai berpikir ulang. Betapa pemahamanku selama ini amat dangkal tentang hal itu. Hanya sebatas dimana rasa kemanusiaan tertindas, di sana aku berpihak. Tidak pernah saya ambil pusing tentang hal selain itu. Benar-benar mengerikan apa yang ada di dalam pikiran manusia. Tak heran, kadang saat kita merasa telah mengenal sesorang, sebenarnya kita tak tahu secara pasti apa yang sebenarnya ia pikirkan.

Kembali ke teman chatting-ku tadi . Dia adalah anggota US Army. Dia bukan tentara di garda depan seperti di film Black Hawk Down atau Saving Private Ryan, melainkan staf US Army di bidang IT. Entah apa yang dilakukannya. Tapi, muncul pertanyaan dalam benakku yang paling mendasar tentang dirinya: Mengapa dia sudi menjadi seorang army? Melihat kenyataan, beberapa tahun belakangan ini, banyak tentara US yang mati bunuh diri, gila, atau cacat tubuh seumur hidup karena dikirim perang ke Timur Tengah. Siapa yang telah mencuci otakknya? Betapa konsep perang amat rasional baginya. Seakan perang adalah hal yang bisa diterima dengan mudah!

Bagaimanapun, bagiku, perang adalah hal terkutuk dam tidak bisa diterima. Persetan war is a human nature! Terutama perang dengan senjata. Perang hanyalah untuk orang yang terbelakang dalam berpikir dan bagi orang yang tidak tahu cara menghargai kemanusiaan dan hukum. Orang yang berpikir sehat tentu menjadikan perang bersenjata dalam pilihan paling akhir bahkan tidak akan jadi pertimbangan. Bila persoalan masih bisa dibicarakan dan diselesaikan dengan dialog damai, mengapa senjata yang berbicara?

Menurut hemat saya, mengapa perang selalu terjadi adalah karena perang itu sndiri. Perang hanya akan melahirkan perang yang selanjutnya. Perang hanya buah dari keserakahan manusia. Sisi paling purba dari manusia, warisan jaman primitif. Perang hanya akan menciptakan dan diciptakan oleh dendam karena perang-perang sebelumnya.

Ah entahlah, bila membicarakan suatu hal, banyak kemungkinan dan sudut pandangnya. Bila sudah seperti ini, pasti akan menjadi membingungkan dan saat itulah kita harus meneguhkan pendirian dan bersikap. Apa mungkin pikiran macam ini juga yang dijadikan landasan orang-orang itu untuk akhirnya memutuskan untuk berperang? Atas dasar membela keteguhan pendirian dan pernyataan sikap mereka?

Benar juga kata pram, apa yang terjadi di kolong langit adalah urusan orang-orang yang berpikir. Oleh karena itu, kita butuh dialog dan diskusi, apa sebenarnya jalan terbaik untuk dunia dan permasalahannya yang makin pelik ini. Ya, kita adalah manusia yang berpikir sehat! Maka kita tidak bisa lepas tangan dari urusan yang terjadi di kolong langit ini.



poto: google

Labels: edit post
2 Responses
  1. yeyey..dah bisa buat komentar ^^


  2. erica Says:

    oke nih tulisannya . ikut lomba sana buw . ada potensi nih . sayang kalo gak dimaksimalkan ....


Posting Komentar